Kangeennn udah lama nggak ngeblog. Maklum sekarang sibuk urus si krucil. Sebenarnya anak tak boleh jadi alasan "nggak sempet" ini dan itu ya?hihihihi... Setelah memutuskan untuk di rumah saja mengasuh si Kecil, alhamdulillah saya masih teteup bisa menulis sebuah majalah online parenting. Kadang ngos-ngosan sih, soalnya anakku qeenan acap tak mau melihat emaknya pegang laptop. Ngelihat emaknya nyalain laptop aja, dia udah semangat 45 ikutan pencet-pencet. Wuaaaa... repot nduk kalau beginih.... Tapi, mau gak mau saya harus bisa mencari waktu di mana bisa konsen bekerja/menulis dan di mana saya harus full ke anak. Jadilah, lembur-lembur di malam hari atau tak tidur pun dijabanin dwehhh.
Seiring bergantinya waktu, qeenan udah semakin gede (sekarang hampir 2 tahun). Sedang aktif-aktifnya dia... Masih, belum bisa ngelihat emaknya sibuk dengan laptop, artikel, dan naskah. Jam tidurnya yang dulu (sebelum 1,5 tahun) bisa 2-3 kali dalam sehari kini cuma sekali doang, pun tak ada sejam di siang hari. Emaknya harus cari strategi lagi mengatur waktu, antara ngasuh anak, menulis, dan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Pokoknya nano-nano deh menjalaninya. Dulu sempat galau pengen cari asisten rumah tangga (sayangnya suami tak meng-acc). Positifnya, tanpa harus diet pasa melahirkan. Tubuhku pun melangsing/atau malah terlalu kurus dengan sendirinya... Ya beginilah nano-nanonya IRT yang masih pengen tetap berkarya.
Oh ya, di bulan Juli 2014 ini, buku kuliner karyaku juga terbit. Aku buat bareng suami di sela-sela mengasuh qeenan. Buku kuliner ini berisi tentang aneka sambal. Diawali sebuah mimpi punya kamera DSLR, dan jeng-jeng, bisa juga aku ngumpulin bujet untuk membelinya dari hasil nulis. DSLR terbeli, saya pun bersemangat mengirim outline kuliner ke sebuah agensi naskah. Dan, setelah kesempatan itu saya dapat, segera eksekusi bersama suami. Untungnya, qeenan bisa diajak kompromi saat proses pengerjaan buku tersebut. Thanks ya Nduk.
Udahan ah...semoga bisa menjadi orangtua yang terus mendampingi tumbuh kembangmu, jadi teman bermain, dan juga teman ceritamu ya Nak. Doakan bunda, semoga rezeki terus melebar ya, terutama di bidang penulisan. Penghujung tahun 2014 ini, emakmu lagi nyelesaiin beberapa naskah anak. Enda berharap, semoga kelak bisa terbit dan menjadi salah satu buku bacaan untukmu, amiin.
Dewi Novia
think with me
Mengenai Saya
- Dewi Novia
- editor, penulis, suka banget sama dunia anak-anak,cerewet kadang-kadang kalo mau cerewet
Jumat, 24 Oktober 2014
Kamis, 17 Januari 2013
LANGIT KELABU DI PANTAI DEPOK
“Aku tak bisa berpisah denganmu!”
Kalimat
itulah yang selalu terucap dari mulutnya setiap kali aku sudah lelah dengan
semua ini. Aku memang mencintainya, sangat mencintainya. Tapi, batinku serasa
sesak ketika laki-laki yang kucintai harus berbagi cinta dengan cewek lain. Aku
memang bukan yang pertama, tapi salahkah aku jika aku ingin memilikinya
seutuhnya?
Aku
harus menepis keinginanku untuk selalu di sampingnya. Menahan gejolak rindu
saat rasa itu benar-benar sudah membuncah dan tak lagi terbendung. Hanya karena
dia sedang bersama Amel, cewek resminya. Lalu sampai kapan aku harus terus
mengalah dan merasakan sakitnya hati saat aku membayangkan laki-laki yang aku
cintai sedang bersama perempuan lain yang juga tak bisa ia tinggalkan.
Kamu bisa benar-benar berpisah dengannya
Nis, BISA! Kalimat itu seakan berteriak kuat beberapa centi dari lubang
telingaku. Setiap air mataku tumpah mengingat Bayu, kata-kata itu terngiang di
otakku. Namun, lagi-lagi hatiku seperti porak-poranda jika sehari saja aku tak
mendengar kabarnya, atau minimal SMS-nya.
Berkali-kali
aku menyalahkan diriku sendiri. Mengapa sekalinya aku jatuh cinta seperti ini.
Mencintai laki-laki yang sudah punya cinta dengan perempuan lain. Dan, bodohnya
aku mengapa aku mau saja berbagi cinta. Bahkan, tak jarang aku menjadi
penghibur saat Bayu tengah punya masalah dengan Amel. Benarkah Bayu hanya
menganggapku sebagai pelepas galau dan penghibur hati saat ia tengah punya masalah
dengan ceweknya? Sesekali pertanyaan itu menjejali otakku. Sontak aku kembali
teringat kala Bayu, meyakinkan aku. Akulah satu-satunya cewek yang bisa
menenangkan hatinya. Tapi mengapa, saat aku memohon untuk melepaskan Amel dari
sisinya, selalu saja kalimat ‘aku tak bisa’ yang keluar dari mulutnya. Lalu
sampai kapan, aku menjadi bagian cintanya yang selalu tak jelas.
***
Hujan
turun membasahi kota Jogja sore ini. Jalanan basah dan bau tanah yang begitu
khas membuatku begitu menyukainya. Kubuka tirai jendela kosku. Kuhirup
dalam-dalam bau tanah yang sudah berbulan-bulan jarang kurasakan. Kunikmati
rintik hujan yang turun tak begitu deras membawa suasana romantis. Sekelebat
aku membayangkan Bayu ada di bawah sana, melambaikan tangannya menyuruhku turun
dari kamar kosku dan mengajakku pergi menikmati hujan, seperti saat-saat hujan
dulu.
Aku
memang suka hujan. Bahkan, laki-laki itu begitu tahu menyenangkanku. Membawaku
berputar-putar naik motor tanpa mantel untuk menikmati hujan, tak perduli hujan
membasahi baju dan kulit kami. Justru kami sangat menikmatinya. Lalu kami basah
kuyup berdua. Bagiku, air hujan yang membasahi baju dan kulit seakan menjadi
satu dengan hati kami yang basah, nyaman, adem,
seperti tak ada beban yang harus kami tanggung. Saat kami merasakan tubuh kami
yang basah bersama hujan yang jatuh bebas di jalanan itu, seperti tak ada lagi
ruang dan jarak yang harus kami ‘permasalahkan’ lagi. Kami bebas merasa, kami
bebas merindu, tak ada cinta lain, tak ada Amel, hanya kami berdua –aku dan Bayu–.
Hujan
Nis… lagi di mana? Muter-muter Yuk!
Ada
bahagia saat hpku tiba-tiba berdering. SMS dari Bayu mengajakku pergi menikmati
hujan. Tanpa pikir panjang segera aku balas dengan perasaan tak sabar. Memang,
sudah 2 hari Bayu tak datang ke kosan. Katanya, Amel sakit, jadi dia harus
menjaga Amel.
Siap
dijemput Bay … q tunggu di kos.
Aku segera bersiap-siap.
Bukan untuk mandi, karena justru kami akan hujan-hujanan. Kalau mandi tentu tak
ada gunanya. Kukenakan kaus lengan panjang warna hitam dan jins cokelat.
Kusisir dan kuikat rambutku seperti biasa. Lalu aku kembali menikmati hujan di
balik jendela sambil menunggu Bayu datang. Dari balik jendela, aku bisa tahu
sewaktu-waktu laki-laki itu datang dan memanggilku.
Tak
lama, Bayu datang dengan motornya. Ia tak turun dari motor gagah berwarna
hijau, hanya mematikan mesinnya. Terlihat ia mendongakkan wajahnya dan membuka
helm yang menutup seluruh kepala dan wajahnya itu. Aku buru-buru turun, siap
untuk pergi bersamanya.
Aku
langsung membonceng motornya dan memakai helm yang ia bawakan untukku. Aku pun
berpegangan erat di pinggangnya, motor pun melesat meninggalkan kosku. Ada rasa
bahagia yang menyeruak di hatiku. Hujan sore ini dan laki-laki yang kini tengah
berada dalam rangkulanku, seperti tak pernah ingin aku lepaskan. Batinku
kembali bergejolak, meminta jawaban apakah benar, selamanya aku bisa
merangkulnya seperti ini? Apakah aku bisa selalu menikmati hujan yang membasahi
tubuh kami berdua kapan pun aku mau?
Motor
kini melesat ke arah jalan Bantul. Tanpa meminta persetujuanku. Entahlah, aku
menurut saja ke mana Bayu akan membawaku menikmati hujan sore ini. Belum juga
ia bertanya ini dan itu. Namun, tangannya meremas tanganku yang sedari tadi aku
rangkulkan di perutnya. Tangan kirinya menggenggam tanganku erat. Tangannya
yang satu lagi sibuk dengan setangnya. Ada sedikit perasaan ganjil yang aku
rasakan. Tak biasanya Bayu diam. Biasanya dia sudah cengengesan berbincang ini dan itu saat di motor. Namun, kali ini
dia justru menggenggam kuat tanganku, seperti tak ingin dia lepaskan. Aku
membuka pembicaraan dalam perjalanan itu.
“Bay, kenapa, kok diem aja dari tadi?” tanyaku
sambil sedikit menolehkan mukaku ke depan ingin melihat wajahnya.
“Gak apa-apa Nis, cuma kangen aja sama
kamu!” ucapnya lirih sambil meremas kembali tanganku.
Aku
masih penasaran dengan sikapnya. Pasti ada sesuatu yang tengah mengganggu
pikirannya. Sekelebat bayangan Amel, cewek manja itu memenuhi pikiranku. Aku
pun menerawang, membayangkan sesuatu mungkin akan terjadi denganku dan Bayu. Tapi
apa?
“Bay, kita ke Depok atau ke Paris nih?”
“Depok aja ya, sekalian entar kita cari
makan di sana, jawab Bayu tanpa basa-basi.
“Oke, lama euy nggak makan ikan bakar,”
jawabku mencairkan suasana.
***
Hujan
tak jua berhenti turun. Kami menikmatinya. Aku sengaja membiarkan kakiku
telanjang. Kugeletakkan sandalku di pinggir pantai. Aku ingin benar-benar
merasakan hujan bersama deru ombak di Pantai Depok dan pasir yang tak malu
menempel di sela-sela jari kakiku. Oh, benar-benar indah. Bayu tahu aku benar-benar
suka momen ini. Kapan pun aku bisa berteriak bersama hujan, angin, dan ombak.
Aku
berlarian menikmati ombak yang menyapu pasir di bibir pantai, bermain air, tak
perduli bajuku sudah basah kuyup berikut celanaku. Aku menarik Bayu menikmati
ombak kecil di pinggiran pantai itu. Lalu kami terjatuh bersama, tak ada jarak
lagi. Bayu menyulurkan tangannya, mengajakku berdiri. Karena hujan, Pantai
Depok cukup sepi. Hanya terlihat beberapa pasangan yang juga hujan-hujanan dan
bermain pasir. Dan di warung-warung makan yang menjual seafood terlihat juga beberapa orang tengah menikmati makanan laut.
Tiba-tiba
Bayu duduk di pinggir pantai agak jauh dari jangkauan ombak yang menyapu pasir.
Sementara aku masih asyik bermain ombak kecil yang bergulung menyapu gundukan
pasir yang kubuat. Namun, aku tiba-tiba tersadar, Bayu tak di dekatku. Ia
tengah melihatku dari kejauhan.
“Yah Bay, asyik tahu mainan ombak sama
pasir,” ucapku sambil menghampiri Bayu yang sedang duduk.
“Iya, tapi aku pengen menikmati laut dan
ombak dari sini, hujan begini tak akan tampak ya senjanya,” ucap Bayu dengan
tatapan menerawang.
Aku
duduk di samping Bayu. Menempelkan kepalaku di samping kepalanya. Tatapanku
menerawang. Aku asyik melihat ombak yang berdebur seakan memecah bebatuan di
sekeliling Pantai Depok, hujan yang masih asyik bercengkerama dengan air laut,
dan langit mendung yang enggan menampakkan senja. Ada yang tiba-tiba mengusik
hatiku untuk bertanya pada Bayu. Karena, ia tiba-tiba jadi sering melamun.
“Bay, ada masalah?” tanyaku memulai
sambil menggenggam tangannya.
Bayu
yang sedari tadi asyik menikmati ombak, tiba-tiba menggeser tubuhnya. Kini
tangannya merangkulku dan aku tepat duduk di depannya. Tak ada jawaban dari
mulutnya. Tiba-tiba sepi, kami diam untuk beberapa saat. Aku melihat ada
sesuatu yang ingin dia katakan padaku. Bola matanya sayu, aku tahu dia sedang
menyimpan sesuatu.
“Nis, jadilah seperti ombak itu,
gelombangnya keras, kuat dan sanggup memecah karang,” kalimat itu keluar dari
mulutnya.
“Apa kita bisa kayak gini terus ya,
menikmati hujan, ombak, pasir, dan laut tanpa ada penghalang, tanpa ada yang
ganggu. Rasanya indaaaaahhhh banget Bay,” aku menempelkan kepalaku di pipi Bayu
sambil menggenggam erat tangannya.
“Andaikan bisa ya Nis,” ucapnya lirih.
Kalimat
yang baru saja keluar dari mulutnya itu seakan meruntuhkan kebahagiaanku.
Kenapa dia bilang ‘andaikan bisa’. Sejurus, aku mulai merasa ada yang aneh. Aku
menatap wajah Bayu yang terlihat semakin sedih. Aku yakin, ada yang ingin
disampaikan laki-laki ini.
“Bay, kenapa kamu bilang ‘andaikan’
barusan?” ucapku meminta penjelasan.
Bayu
terdiam. Ia menghela napas dan menggenggam erat tanganku. Lalu, terasa bibirnya
mengecup lembut keningku. Hatiku basah bersama air hujan yang masih turun dan
membasahi kami dalam pelukan sore itu.
“Nis, aku benar-benar tak bisa
membayangkan harus kehilanganmu, harus jauh darimu, atau harus berpisah
denganmu.”
Kalimat
itu membuat tenggorokanku tiba-tiba kering. Seperti ada ketakutan dan jurang
terjal yang siap menceburkanku kapan pun. Jauh dan dalam, tak ada siapa pun
yang akan bersamaku, tidak juga Bayu. Pikiranku tiba-tiba membawaku pergi pada
sebuah kenyataan, Bayu memang bukan laki-lakiku. Dia milik Amel dan tak akan
pernah jadi milikku, kapan pun. Tiba-tiba ada hawa sedih menyelinap di balik
pelukan itu.
“Bay, apa kita memang akan berpisah? Apa
aku memang harus menghapus cinta ini dan melupakanmu? Apa kamu memang
benar-benar sudah memilih Amel dan bukan aku?” tanyaku sambil menghela napas.
Bayu
tiba-tiba terdiam. Dia tak menjawab pertanyaanku. Sementara, aku yakin ada yang
disembunyikannya padaku. Tapi apa?
“Bay, kenapa kamu diam, kenapa Bay?”
tanyaku memaksa.
Bayu
menatapku, lalu mengusap mataku yang mulai sembab. Membelai rambutku yang basah
karena hujan.
“Maafkan aku Nis, maaf!”
Aku
semakin tak tahu dengan kata maaf yang terucap dari bibir Bayu. Apa maksudnya.
Apakah dia benar-benar sudah mempunyai keputusan sekarang. Memilih Amel dan
meninggalkan aku. Kenapa dia meminta maaf?
“Maksudmu, kamu sudah yakin tidak akan
melanjutkan hubungan ini Bay?” tanyaku tak bisa membendung air mata lagi.
Bayu
menatapku dengan wajah memelas, kali ini seperti memohon.
“Nis, aku salah, aku khilaf, Amel hamil,
anakku.”
Seperti
tersambar petir rasanya. Baru saja aku mendengar laki-laki yang aku cintai yang
selama ini aku perjuangkan untuk mengalah berbagi cinta telah menghamili
perempuan yang aku bagi cintanya. Rasanya tubuhku seperti tak sanggup berdiri.
Syaraf-syarafku melemah, aku limbung tak tahu harus bagaimana.
Kulihat
mendung makin tebal diujung laut Pantai Depok. Ombak berkali-kali berdebur
bertautan menabrak dinding-dinding karang di sekeliling pantai selatan Jogja.
Dan aku, terperosok di sini. Di pinggir pantai di bawah langit kelabu yang
membelah Pantai Depok. Hatiku tengah porak-poranda kini. Air mataku tumpah
bersama hujan yang masih saja membasahi sekujur tubuh ini. Entah kemana harus
kubuang cintaku pada laki-laki yang kini masih bersamaku. Kami sama-sama
menangis, kami sama-sama mencintai, tapi kami tak mungkin bisa menikmati cinta
ini lagi karena cinta itu bukan untukku lagi. BUKAN!
Jatinangor, 15 Januari 2013
Kamis, 10 Januari 2013
35 Week! Yeahhh.... Menunggu Launching Dekbay
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEDtIG22vDf6_E_RpM_qnvowRAl7tbRiKozOxQfjUGkjc9j3fVLkiPWQjzyFvVxGwnh-IMckjOLAjdgjSHs9DUgsassDKn1-P_nZFsv_jR2RhmvJeoUiB2QVP80hdQ4JImXUcXAKvSvoc/s1600/hamil.jpg
Emm.. tepat hari ini usia kehamilan sudah 35 week. Rasanya nano-nano deh, perjuangan sampai 35 week gak kerasa tinggal menghitung hari due date sama dedek. Jadi ingat masa-masa mual tiap pagi dulu, masa-masa kelilingan jatinangor buat cari soto yang rasanya mirip sama soto langganan di Jogja (dan tidak nemu) tapi tak apalah dapat soto Madura yang menjadi sedikit pengobat rasa pengen. Itu dulu namanya ngidam bukan ya? Atau malem-malem tiba-tiba pengen syomai... dan dapatlah syomai ala Cisempur yang rasanya jauh dari syomai yang dipinginin.
Sekarang ... udah gak mual, udah gak pengen ini dan itu. Tapi, malah pengen ngeborong baju-baju dedek kalau lagi jalan-jalan ke baby shop. Habis lucu-lucu ciiiin! Hadeh... stop belanjanya!
Di usia 35 week ini keluhan-keluhan tri mester 3 memang seringkali muncul, mengganggu tidur dan bikin galau. Mulai dari punggung sakit, kontraksi palsu (braxton hiks), miring kanan/kiri salah saat tidur, darah rendah, sedikit sesak, dan BESER. Haahaha... memang, ibu hamil tua nggak bisa ngindarin dari apa yang namanya beser. Katanya sih, karena kepala dekbay sudah masuk panggul, jadi dikit-dikit pipis. Selain itu, sudah gak kaget kalau tiba-tiba bentuk perut aneh, menonjol di kiri dan tiba-tiba berubah menonjol di kanan. Atau tiba-tiba seperti ada kaki kecil yang baru saja melemparkan tendangannnya... Hiyaaaaa.... lucu deh. Dia mungkin lagi silat ntu yak? Eits, tapi hasil USG baby girl, masa iya silat???
Apa pun rasanya, tetep dinikmatilah. Apalagi usia 28 week - 32 week aku dibilang sungsang sama dokter SPogku. Sempet bingung dan khawatir. Alhamdulillah, setelah perjuangan nungging-nungging sehari 5x selama sebulanan ternyata membuahkan hasil dan saat USG 34 week dedek udah benar pada posisinya (^anteng ya dek, jangan berubah-ubah lagi kepalanya sampai nanti kita kopdar ^-^ wokee).
Perjuangan belum selesai, masih ada beberapa hari atau mungkin minggu lagi ke depan. Banyak PR yang harus tetep aku lakukan. Apa saja sih?
- Minum obat penambah darah secara rutin (hiks, darah rendah)
- Minum Vitamin
- Jalan-jalan tanpa alas kaki tiap pagi dan sore
- Ngepel lantai ala inem
- Makan makanan yang bergizi
- Cek up ke dokter SpoG tiap minggu
- Cari info Rumah Bersalin yang nyaman dan pas di hati ^yang ini biar emak dan bapaknya tenang.
Segitu dulu yah .... cerita 35 week bersama dedek di perut. Tetep sehat ya dek dan semoga diberikan kelancaran, kesehatan, dan keselamatan persalinan nanti. Amin
Rabu, 24 Oktober 2012
KEHAMILAN PERTAMAKU BERSAMA AYAH BUNDA
Tak sabar rasanya menunggu hari
itu, ketika tangis si kecil hadir di dunia. Yah, sudah lebih dari setahun aku
dan suamiku menunggu-nunggu kabar bahagia tentang kehamilanku sejak aku menikah
April 2011 lalu.
Tadinya
sempat sedih, kenapa aku tak hamil-hamil. Dalam
masa-masa ini, saya pun jadi rajin mencari tahu tips supaya cepat hamil. Saya
pun mencari tahu aneka zat penting untuk kesuburan
dari website Ayah Bunda. Dari sana saya pun semakin yakin untuk mengkonsumsi
makanan-makanan itu juga suamiku.
Akhirnya,
kebahagiaan itu datang juga. Sebuah sore yang indah sehabis pulang kerja, aku
pun niat sekali melakukan testpack. Yup benar, ada dua garis dalam alat tes kehamilan,
sebagai pertanda bahwa aku positif hamil. Lalu, kami pun yakin kalau
benar-benar hamil setelah periksa ke dr. SpoG dan menurut bu dokter spesialis
kandungan tersebut aku positif hamil 2 week.
Hari-hari
bahagia bersama dedek kecil di perut akhirnya penuh kejutan. Tiap minggu selalu
saja ada hal baru yang aku rasakan. Mulai dari merasa neg dan mual di
usia kehamilan 2 bulan sampai 3 bulan hingga keinginan aneh atau yang
akrab dikenal ngidam. Sebagai wanita pekerja, saya pun tak ingin mual mengganggu aktivitas kerja. Namun, terkadang khawatir dengan obat antimual yang diresepkan dokter apakah aman untuk si dedek.
Jadilah saya rajin mencari informasi penggunaan obat anti mual untuk ibu hamil.
Selain itu,
karena ini kehamilan pertama, suami, orang tua, mertua, bahkan beberapa
tetangga jadi ikut mewanti-wanti saya untuk tidak makan ini dan itu. “Hati-hati
Nduk makannya, kandungannya masih rawan, jangan makan nanas,” kata orang
tua. Apa benar sih nanas itu tidak boleh dikonsumsi ibu hamil.
Berkat Ayah dan Bunda, saya jadi tahu, ternyata itu hanyalah mitos dan ibu hamil boleh makan buah nanas. Bahkan anggapan tidak boleh makan daging kambing, durian,
cumi-cumi, masakan pedas hanya mitos. Tidak ada yang dipantang ibu hamil,
asal tidak berlebihan. “Hore! Aku boleh makan apa pun kamu juga dek, asal sehat,”
selorohku waktu itu.
Kini
kejutan-kejutan dari dedek bayi di perut kian hari kian menakjubkan. Aku sudah
bisa merasakan tendangan-tendangan kecilnya. Mungkin si dedek bayi sedang asyik jumpalitan di dalam perut sana ya?
Nah, kalau sudah merasakan nyerinya, aku tidak boleh mengeluh.
Aku pun suka
mendengarkan musik untuk si dedek bayi. Sembari bekerja di kantor, kuputar saja musik klasik untuknya dan juga untukku.
Ceritanya, kami saling berbagi headset gitulah. Satu headset kutaruh di
telingaku satu lagi di perutku. Kita kompak banget kan? Terkadang teman kantor
yang melihat ketawa-ketiwi melihat tingkah bumil sepertiku ini. Apa pun pasti
kulakukan, mengingat pentingnya musik untuk stimulasi janin.
Aku dan suami
juga tidak ingin kehilangan moment-moment berharga saat kehamilanku ini. Setiap
bulan, saya selalu rutin melakukan USG untuk melihat
perkembangannya di dalam perut sana. Hem, ingin nangis rasanya setiap kali
dokter menjelaskan ini dan itu di monitor sambil melakukan USG.
Saya juga mencari informasi mengenai USG untuk kehamilan ini dari majalah Ayah Bunda.
Nah, ini foto saya saat sedang membaca majalah Ayah Bunda.
Sekarang usia
kehamilanku sudah 6 bulan. Selain
persiapan mental untuk menghadapi persalinan
nanti, aku pun mulai intip-intip beberapa baby shop untuk membeli baju
dan perlengkapan bayi. Di sini aku nggak boleh kalab juga ya, karena harus
hati-hati mempersiapkan segalanya termasuk keuangan. Tentulah, karena periksa
rutin kehamilan setiap bulan, nutrisi yang bagus, susu kehamilan, biaya
persalinan dan perlengkapan bayi itu tidak bisa dikatakan murah. Untuk
mengatasi semua ini, saya pun juga belajar banyak lho dari tips hemat belanja kebutuhan bayi. Andai
saja saya tidak jauh dari saudara dan orang tua, mungkin bisa juga sedikit
berhemat dengan memakai lungsuran anak sepupuku.
Sambil mempersiapkan segalanya menyambut si
buah hati, menikmati kejutan-kejutan aduhai di trimester tiga ini Ayah Bunda
pastilah selalu menjadi website langgananku. Apalagi banyak sekali nanti yang
harus kuketahui setelah tangis merdunya meluluhkan hatiku dan kuberikan asi
pertamaku. Yup, dan semua itu ada di Ayah Bunda, mulai dari bagaimana menyusuinya, pascamelahirkan,
sampai mengetahui pertumbuhan bayi. Rasanya sudah tak sabar, semoga
diberikan kelancaran untuk menjadi orang tua yang bisa mendidik dan merawatnya
kelak.
Terima kasih Ayah Bunda, hari-hari bersama
perut buncitku begitu berkesan dan istimewa bersamamu.
Minggu, 21 Oktober 2012
Kehamilanku Vs Mi Instan
Sumber: femina.co.id
“Kamu nggak boleh lagi makan mi instan, karena kamu lagi hamil!” ucapan suamiku suatu hari.
Padahal, aku doyan banget sama
yang namanya mi instan. Apalagi kebiasaan lama sebagai anak kos di Jogja, yang
terbiasa perut keroncongan di malam hari. Kemana lagi kalo nggak lari ke borjo
dekat kos-kosan dan memesan mi telor rebus + cabai rawit mantaps buatan si
mas-mas borjo.
Kini,
demi dedek bayi yang tengah ada di rahimku, aku nggak boleh lagi makan mi
instan. Sedih sih, tapi harus gimana lagi. Sebenarnya hal ini terlalu berlebihan
nggak sih? Pikirku kemudian. Aku pun
mulai bertanya ke sana-kesini soal hal ini. Pendapat pun berbeda-beda. Kalau
dari beberapa teman sih bilang,”gpp kok... asal jangan sering-sering, buat aja
kalo lagi pengen,” kata tetanggaku yang dulu tetap makan mi instan ketika hamil
anak pertamanya yang kini sudah 4 tahun dan tidak terjadi apa-apa.
Tapi,
pendapat berbeda lagi dari teman kantor yang memang background pendidikannya
dari kesehatan ini. “Emm, mi instan itu buat orang dewasa dan sehat saja
sebenarnya nggak boleh, apalagi buat
yang baru hamil!” Gubrak... padamlah keinginan saya untuk mengeyel ini dan itu,
karena sebenarnya pengennnnnn banget makan mi instan pas hamil.
Tapi
lagi-lagi aku harus berpikir ulang ketika melihat stock mi instan di rumah yang
sangat menggoda untuk kumasak itu. “Tetap saja aku tidak berani!” Kuamati
beberapa mi instan yang pernah kubeli sebelum aku hamil itu. Dari mi goreng
dengan merek X dengan rasa rendang pedas, balado sampai mi rebus dengan merek
berbeda dan rasa gulai pedas, soto, dan kari favoritku. Kuhitung, jumlahnya ada
10. Mau diapakan??? Kubaca expired-nya... ternyata tinggal 1 bulan lagi.
Sayang
sih dibuang, tapi sayang juga untuk dimakan... sayang si dedek maksudku. Dan
ternyata, Jreng... jreng! Demi menyelamatkan nafsuku untuk tidak makan si mi
instan... suamiku membuangnya dan melarangku untuk tidak membelinya saat
belanja ke supermarket. Ya sudah... dada dulu mi instan... tunggu si dedek bayi
lahir, dengan sehat, selamat, shaleh, dan pintar (^pintarnya harus lebih pintar
dr ayah dan bundanya lho!). OK Nak, karena Bunda sudah berjuang tidak menyentuh
mi instan juga demi kamu... *halah.
Sabar,
3 bulan lagi... bisa makan mi instan + telur + cabe rawit.. *slurpppppp!
Jumat, 20 Juli 2012
Cerita Bumil
Testpeck dan positif .... ! Alhamdulliah ya Allah atas anugerah yang tak terkira ini. Perasaan dag --- dig --- dug tak karuan menyambut hari-hari setelahnya atas kpercayaan yang Engkau berikan.
Semoga bisa terus menjaganya dan Engkau berikan kelancaran sampai 9 bulan 10 hari nanti. Amin.
Hamil dan mual?
Di awal kehamilan, usia 1,5 - 3 bulan sensasi mual ini akan selalu menemani hari-hari bumil kata beberapa website kehamilan yang aku kunjungi. Dan, aku pun merasakannya, tapi lagi-lagi si dedek sepertinya tahu betul akan sama-sama bund2 untuk melewati hari-harinya dengan bahagia. Jarang aku merasakan mual seperti yang orang-orang bilang dan rasakan itu. Terkadang/sesekali merasa neg dan mual ketika perutku mulai kosong. Mungkin si dedek di perut sudah kelaparan ya, jadi bilang ke bund2nya dengan rasa mual itu. Setelah diisi makanan, pisang, biscuit atau baso si perut langsung baik2 saja. "Terima kasih ya dek, maafkan Bund2.. kalo kamu sampai lapar di dalam sana."
Ngidam?
Nah, ini yang aku bingung, kenapa aku nggak ngerasa ngidam ya? Apakah ini aneh, Ah, sepertinya tidak. Si dedek pasti shaleh tidak manja dan ingin jadi anak yang tangguh. So... bundanya pun nggak ngidam apa-apa.
Yeahhhh... dan sekarang usia kandunganku sudah hampir 3 bulan. Sudah beberapa kali merasakan kedutan di perut. Mungkin itu gerakan kecil si dedek ya.....? Kalau sudah lewat 3 bulan, itu artinya sudah mulai aman, amin ya Allah. "Sehat terus diperut Bunda ya Nak, bunda akan minum susu, makan makanan bergizi untukmu."
Seperti ibu-ibu lain, aku pun tak sabar menunggu tendangan-tendangannya di perut sana. Jadilah anak yang lincah dan kreatif kelak ya. Bunda menunggu kejutan-kejutan indahmu dari hari-hari. Cup cium bunda untukmu... Muaaaah
Semoga bisa terus menjaganya dan Engkau berikan kelancaran sampai 9 bulan 10 hari nanti. Amin.
Hamil dan mual?
Di awal kehamilan, usia 1,5 - 3 bulan sensasi mual ini akan selalu menemani hari-hari bumil kata beberapa website kehamilan yang aku kunjungi. Dan, aku pun merasakannya, tapi lagi-lagi si dedek sepertinya tahu betul akan sama-sama bund2 untuk melewati hari-harinya dengan bahagia. Jarang aku merasakan mual seperti yang orang-orang bilang dan rasakan itu. Terkadang/sesekali merasa neg dan mual ketika perutku mulai kosong. Mungkin si dedek di perut sudah kelaparan ya, jadi bilang ke bund2nya dengan rasa mual itu. Setelah diisi makanan, pisang, biscuit atau baso si perut langsung baik2 saja. "Terima kasih ya dek, maafkan Bund2.. kalo kamu sampai lapar di dalam sana."
Ngidam?
Nah, ini yang aku bingung, kenapa aku nggak ngerasa ngidam ya? Apakah ini aneh, Ah, sepertinya tidak. Si dedek pasti shaleh tidak manja dan ingin jadi anak yang tangguh. So... bundanya pun nggak ngidam apa-apa.
Yeahhhh... dan sekarang usia kandunganku sudah hampir 3 bulan. Sudah beberapa kali merasakan kedutan di perut. Mungkin itu gerakan kecil si dedek ya.....? Kalau sudah lewat 3 bulan, itu artinya sudah mulai aman, amin ya Allah. "Sehat terus diperut Bunda ya Nak, bunda akan minum susu, makan makanan bergizi untukmu."
Seperti ibu-ibu lain, aku pun tak sabar menunggu tendangan-tendangannya di perut sana. Jadilah anak yang lincah dan kreatif kelak ya. Bunda menunggu kejutan-kejutan indahmu dari hari-hari. Cup cium bunda untukmu... Muaaaah
Selasa, 15 Mei 2012
Senang Jadi Editor? Mengapa Tidak!
Meneliti satu demi satu aksara, metani dalam istilah Jawa, dan membahasakan tulisan yang masih sarat dengan bahasa lisan, atau melogiskan kalimat dari yang tidak logis menjadi logis, bahkan sampai ke ranah menilai isi sebuah buku apakah layak atau tidak diterbitkan. Wkwkwkwkw... seabreg ya pekerjaan editor itu? Tidak berhenti sampai di situ, terkadang mata saya dibuat juling karena mencocokkan foto satu-satu dan menyesuaikannya dengan kebutuhan naskah.. Hiyaaaaaaaaaaaaaaaa.....* But i love my activity as an editor.
Entah memang Allah menjodohkan saya untuk mencari rezeki dari sini, atau memang ternyata kecintaan saya di dunia aksara ya? Terkadang, dengan pekerjaan seabreg ala editor itu tak jarang saya berselisih paham dengan penulis *lalu mereka bilang saya ribet, ndremimil atau apalah disebutnya. Tapi ya, harus seperti itu, supaya bukunya mempunya value dan berkualitas.
Dunia editor memang tak terpisahkan dengan penulis, bahkan, melalui mata batin editor pun terkadang naskah bagus bisa dipesan ke penulis sesuai dengan taste editor yg bersangkutan dan nyatanya jadilah buku best seller. Namun, gimana jika saya ditantang untuk uji nyali menulis satu buku (3 minggu) karena rata-rata menyuruh penulis menyelesaikan deadline 3 minggu dengan semena-mena dan marah-marah kalau melanggar deadline. *wkwkwkwkw tentulah saya angkat tangan" *nyadar. "Job saya ngedit mbak bukan nulis", *tepoks jidat langsung saat saya disindir salah seorang penulis.
Ya, dan semua pekerjaan itu selalu penuh dengan tantangan, kepuasan, juga kesenangan. Saya akan senang mengedit naskah-naskah ringan yang tentunya dekat dengan kehidupan keseharian dan hobi saya, tapi saya pun juga akan sangat senang dan tertantang untuk mengedit tulisan yang mengundang ketertarikan keingintahuan saya, atau pengetahuan-pengatahuan baru yang menarik.
Jika suatu ketika saya menemui ketidaksenangan dalam mengedit buku dengan tema tertentu, saya selalu mencari sisi-sisi kesenangan lainnya. Atau mengambil sisi positif dari hal baru yang akan saya temui dalam naskah itu. Dan benar saja, saya memang harus menyentuh naskah dengan kesenangan dulu, jika tidak "apa jadinya editan saya *tidak akan maksimal dan yang rugi penulis, juga perusahaan yang menghidupi saya.
Jadi yuk, menyenangi apa pun pekerjaan kita, menciptakan peluang-peluang baru dari pekerjaan yang kita minati sekarang, dan semoga semakin berkembang di jalur yang kita pilih sebagai pekerjaan kita itu.
Semangat!!
Langganan:
Postingan (Atom)